Saturday 27 August 2016

Sejarah Kota Jepara

Jauh sebelum adanya  kerajaan di tanah Jawa,  di ujung utara pulau Jawa sudah ada warga yang percaya  bahwa manusia berasal  dari wilayah  Yunnan  Selatan yang kemudian bermigrasi  ke selatan. Jepara  masih  dipisahkan  oleh selat Juwana. Awalnya, nama Jepara berasal dari  kata-kata  Edge,  Edge Mara  dan  Jumpara  yang  kemudian menjadi Jepara, yang berarti permukiman,  tempat para pedagang menuju berbagai daerah. Sejarah Baru Dinasti  Tang (618-906  M)  mencatat  bahwa pada tahun 674 Masehi,  musafir China bernama  I-Tsing pernah  mengunjungi negeri Holing atau Kalinga (Kaling), atau juga dikenal sebagai  Jawa  atau Japa, dan diyakini berlokasi di Keling, Jepara timur hari ini. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Shima, raja yang dikenal sangat tegas.  Menurut seorang penulis Portugis, Tomé Pires,  dalam  Suma  Oriental, Jepara baru dikenal yang  pada abad XV (1470 M) sebagai  pelabuhan perdagangan kecil yang baru  dihuni oleh  90-100 orang dan  dipimpin oleh  Aryo  Timur dan berada  di  bawah pemerintahan Demak. Kemudian, Aryo Timur digantikan oleh putranya  bernama Pati Unus (1507-1521). Pati  Unus  mencoba untuk membangun  sebuah kota Jepara. Pati  Unus dikenal sangat gigih  melawan Portugis di Malaka yang menguasai rantai perdagangan di kepulauan. Setelah Pati  Unus  meninggal, ia digantikan oleh ipar Faletehan, yakni Fatahillah,  yang berkuasa  pada 1521-1536.  Kemudian tahun  1536 oleh sultan penguasa Demak, Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan putri Ratu Retno Kencono  dan Pangeran Ladies, suaminya. Akan tetapi, setelah  kematian Sultan Trenggono  dalam  Ekspedisi Militer di Panarukan, Jawa Timur, pada 1546,  insiden  perebutan takhta kerajaan  Demak amukan  berakhir dengan kematian Pangeran Hadiri  oleh Aryo Penangsang pada  1549. Kematian ini membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan  kehidupan istana  untuk bertapa di bukit  Danaraja. Setelah pembunuhan Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari biara dan menjadi penguasa Jepara. Ia diresmikan oleh  Ratu Kalinyamat, dengan gelar NIMAS.

(Sumber: wikipedia, 2013)  Selain bukti  sejarah di atas,  muncul pula sejarah yang  berbentuk mitologi  atau legenda. Diceritakan,  dahulu  kala hiduplah  pengukir  dan pelukis   pada zaman  Raja Brawijaya  dari  Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Pengukir itu bernama Prabangkara atau disebut juga dengan Joko Sungging. Raja Brawijaya  ingin mempunyai lukisan istrinya  dalam  keadaan  tanpa busana. Ini wujud rasa  cinta sang raja. Dipanggillah ahli ukir  dan lukis itu  untuk mewujudkan keinginan Raja. Prabangkara mendapatkan tugas yang  mustahil: melukis istri  raja tanpa  busana, tetapi tidak boleh  melihat permaisuri dalam  keadaan tanpa busana. Ia harus  melukisnya  melalui imajinasi saja. Prabangkara melaksanakan  tugas tersebut, dan tugasnya  selesai dengan sempurna. Tiba-tiba, seekor cecak mengeluarkan kotoran dan mengenai lukisan, sehingga  lukisan permaisuri tersebut  mempunyai tahi lalat. Raja gembira dengan hasil karya Prabangkara  tersebut. Dilihatnya dengan  detail gambar lukisan tersebut. Begitu dia melihat tahi lalat, raja  murka. Dia  menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena  lokasi tahi lalat persis dengan kenyataan. Raja  cemburu dan menghukum  Prabangkara dengan  mengikatnya di layang-layang,  kemudian  menerbangkannya. Layang-layang itu  terbang hingga  ke Belakang Gunung di  Jepara dan mendarat di Belakang  Gunung itu.  Belakang Gunung itu kini bernama Mulyoharjo  di Jepara. Kemudian,  Prabangkara mengajarkan  ilmu ukir kepada warga Jepara. Kemahiran ukir warga Jepara bertahan dan lestari hingga sekarang.

By :
Oktavianus marti nangoy ; Yunida sofiana

Related Posts

Sejarah Kota Jepara
4/ 5
Oleh